Sriwijaya Post - Rabu, 24 Agustus 2011 09:59 WIB
 |
ilustrasi pesawat parkir (dok. antara) |
JAKARTA, SRIPO — Para pengguna jasa penerbangan komersial kini dapat bernafas lega. Keselamatan jiwa dan barang bawaan penumpang akan lebih terjamin. Pemerintah menerbitan peraturan baru yang memungkinkan penumpang mengklaim dana tunai sebagai pengganti apabila penerbangan terlambat, barang bawaan rusak atau hilang, hingga pada meninggalnya penumpang akibat kecelakaan.
Menhub Freddy Numbery menerbitakan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang telah diteken 8 Agustus lalu.
Aturan ini akan diberlakukan selambatnya tiga bulan setelah ditandatangani menteri. “Ketentuan ini tentu harus disosialisasikan dulu ke operator dan pihak terkait,” kata Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Edward Alexander Silooy di Jakarta, Selasa (23/8).
Perusahaan maskapai penerbangan yang ceroboh akan menanggung beban pengeluaran besar. Sebab ketentuan baru ini di antaranya mewajibkan maskapai untuk membayar ganti rugi tunai atas keterlambatan pesawat lebih dari empat jam Rp 300.000.
Untuk barang bawaan terdaftar yang hilang, disebutkan, maskapai harus menanggung sebesar Rp 200.000 per kg maksimal Rp 4 juta.
Jenis tanggung jawab maskapai agar bertanggung jawab atas kerugian terhadap enam hal pokok, yakni pertama, penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap dan luka-luka.
Kedua, hilang atau rusaknya bagasi kabin. Ketiga, hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat. Keempat, hilang, musnah, atau rusaknya kargo. Kelima, keterlambatan angkutan udara, dan keenam, kerugian yang diderita pihak ketiga.
Soal tanggung jawab pemberian ganti rugi atas keterlambatan pesawat atau delay, pada pasal 10 disebutkan keterlambatan lebih dari 4 jam diberikan ganti rugi Rp 300.000 per penumpang.
Pada pasal 5 disebutkan jumlah ganti rugi terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat diganti Rp 200.000 per kilogram dan paling banyak Rp 4 juta per penumpang. Selanjutnya pada pasal 7, kehilangan kargo diganti Rp100.000 per kg kepada pengirim, dan jika rusak diganti Rp 50.000 per kg.
Jika ada penumpang meninggal akibat kecelakaan pesawat komersial, keluarga korban berhak mendapat klaim asuransi sebesar Rp 1,25 miliar.
Nominal yang sama harus dibayarkan kepada korban kecelakaan pesawat udara yang mengalami cacat tetap di seluruh tubuhnya. Selain untuk penumpang, pemerintah juga mewajibkan maskapai penerbangan memberikan jaminan asuransi bagi bagasi yang hilang dan keterlambatan penerbangan.
Permenhub dengan meliputi 10 bab dan 29 pasal yang meliputi jenis tanggung jawab maskapai agar bertanggung jawab atas kerugian terhadap enam hal pokok. Yakni menyangkut penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap dan luka-luka. Kedua, hilang atau rusaknya bagasi kabin. Ketiga, hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat. Keempat, hilang, musnah, atau rusaknya kargo. Kelima, keterlambatan angkutan udara, dan keenam, kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Silooy menambahkan, santunan korban meninggal dan cacat tetap akibat kecelakaan pesawat udara ini sesuai dengan konvensi Montreal 1999. “Kita sebenarnya sudah ketinggalan dengan negara-negara lainnya, Singapore Airlines sudah menerapkan besaran Rp1 miliar sejak tahun 2000, mereka sudah meratifikasi,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Tengku Burhanuddin meminta agar Peraturan Menhub (Permenhub) No 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara hendaknya diberlakukan enam bulan setelah sosialisasi.
“Kami meminta aturan ini diberlakukan minimal enam bulan setelah sosialisasi untuk mempersiapkan maskapai bernegosiasi dengan perusahaan asuransi,” kata Tengku.
Seperti diberitakan, Permenhub No 77/2011 mewajibkan maskapai melaksanakan ratifikasi Montreal tahun 1999 yaitu memberikan asuransi kepada penumpang korban kecelakaan udara minimal 100.000 dolar AS.
Permenhub juga mengatur mengenai rusaknya atau kehilangan tas di bagasi, yaitu penggantian sebesar Rp 200 ribu per kg maksimal hingga Rp 4 juta. Sedangkan untuk delay, pemerintah menetapkan calon penumpang harus dapat santunan sebesar Rp 300 ribu bila terjadi delay (keterlambatan penerbangan) hingga empat jam.
Untuk asuransi delay ini, menurut Tengku merupakan satu-satunya kewajiban asuransi delay satu-satunya di dunia. “Ditempat lain tidak ada, hanya di Indonesia. Tetapi kenapa semuanya harus diganti dengan uang. Toh ada kewajiban maskapai misalnya harus memberi makanan dan penginapan,” jelas Tengku.
Sementara untuk bagasi juga tidak seharusnya diwajibkan, karena nilai bawaan penumpang sangat bervariasi. “Sebaiknya tidak perlu diwajibkan untuk asuransi, tetapi cukup pilihan saja bagi penumpang. Jadi misalnya ada yang membawa emas atau barang berharga bisa mengasuransikannya sendiri,” jelasnya.
Berbeda dengan Tangku, Direktur Niaga Sriwijaya Air, Toto Nursatyo menyambut baik hadirnya aturan tersebut. Menurutnya untuk gantirugi barang dan delay, pihaknya telah mengasuransikan, meski secara opsional dari penumpangnya.
“Kalau wajib tinggal dijual bersama dengan tiket,” ujarnya.
Sementara untuk tanggungjawab korban nyawa, saat ini Sriwijaya Air juga telah measuransikan bersama pesawatnya itu sendiri. “Untuk hull (badan pesawat) kita sudah asuransikan bersama penumpang. Kalau penumpang santunannya sebesar 150.000 dollar AS per penumpang,” tandasnya kepada Tribun.
(tribunnews/ewa)
Sumber : http://palembang.tribunnews.com/2011/08/24/terlambat-empat-jam-rp-300-ribu